Dunia kerja saat ini sudah penuh
persaingan. Banyak sarjana menganggur setiap tahunnya dan bahkan di antara
mereka ada yang berprofesi tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Ada sarjana pertanian yang kerja di bank, ada lulusan teknik mesin yang kerja
di bagian pemasaran, ada pemegang gelar SE yang menjadi sekretaris, dan
sebagainya. Mungkin bagi sebagian orang tidak masalah karena, meski berbeda
pekerjaan dengan pendidikan, namun masih ‘terhormat’ karena di kantoran. Tapi
tidak sedikit justru ada sarjana yang menjadi satpam, office boy dan bahkan
tukang ojek. Ini bukan kisah fiktif, namun nyata terjadi di beberapa kota di
Indonesia.
Untuk menghindari persaingan
antar lulusan perguruan tinggi dalam pasar tenaga kerja, beberapa universitas
pun membuka program wirausaha bagi mahasiswanya. Tujuannya adalah agar ketika
lulus mereka tidak lagi mencari kerja, namun justru membuka lapangan kerja.
Tentu secara idealisme hal ini sangat bagus sekali, namun pada kenyataannya
program wirausaha tersebut hanya sebatas teori sehingga lulusan yang dihasilkan
pun miskin pengalaman.
Untuk memulai usaha, sebagian
beranggapan butuh modal berupa uang. Padahal modal sesungguhnya adalah
integritas dan kapabilitas. Integritas berkaitan dengan kepercayaan yang
dibangun, sedangkan kapabilitas adalah kemampuan. Untuk yang pertama,
dipengaruhi oleh pendidikan keluarga. Sedangkan kapabilitas berkaitan dengan
pengalaman. Tidak mungkin ada pengalaman, jika sejak mahasiswa tidak pernah
belajar berbisnis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar